Ketika salah memilih pada hari sakral itu, maka akan sulit untuk membenahinya. Untuk itu, hendaknyalah kita persiapkan sejak jauh hari sebelumnya. Jangan sampai kalah dengan para bakal calon kandidat yang sudah ramai beriklan sejak beberapa waktu lalu.
Iklan kampanye politik yang marak kita lihat di berbagai media jangan sampai membuat kita terjebak. Iklan kampanye ini lebih bersifat semu dari realita, yang ada, karena hanya disuguhkan kebaikan yang belum tentu benar.
Untuk itulah buku ini hadir guna ikut mencerdaskan masyarakat yang kelak akan memilih pemimpin mereka. Arwan Tuti Artha seorang jurnalis senior mengajak kita merumuskan kriteria Satria Pinilih 2009 nanti.
Satria pinilih adalah konsep Jawa kuno tentang seorang yang berhak menjadi pemimpin. Konsep ini hingga saat ini masih terpelihara dalam pandangan masyarakat. Dalam tradisi masyarakat Jawa, seorang pemimpin harus memenuhi dua persyaratan.
Yang dari dua ini nanti akan menimbulkan banyak tafsiran tentangnya. Yang pertama adalah 'laku'. Dalam artian 'laku' adalah perbuatan seorang calon pemimpin yang bisa kita lihat dari kehidupan sehari-harinya. Laku ini juga sangat sesuai dengan iklim demokrasi yang sedang berjalan saat ini.
'Laku' dalam masyarakat Jawa dilambangkan dalam delapan bentuk perwatakan (Hastha Brata), yaitu, seorang pemimpin harus bisa menjadi bumi, air, angin, lautan, rembulan, matahari, api dan bintang.
Intinya, ia seorang pemimpin harus bisa menaungi, mengayomi dan memberikan rasa aman juga harapan bagi rakyatnya. Satria pinilih adalah suatu idealisasi kepemimpinan yang harus dibangun dan dibentuk oleh rakyat.
Seorang pemimpin tidaklah dilahirkan, namun ia dibentuk dengan berbagai tempaan, termasuk juga konsep kepemimpinannya. Seorang haarus bisa memilih pada Pemilu Presiden 2009 bukan karena iklan politik di media. Tapi karena visi, misi, karakter, track record pada masa lalunya, juga kehidupan kesehariannya.
Konsep selanjutnya adalah 'wahyu' yang harus rumasuk atau jatuh pada seseorang yang akan menjadi pemimpin. Dalam era demokrasi seperti sekarang ini, wahyu dari Tuhan sudah didelegasikan pada rakyat. Diturunkannya wahyu adalah nanti ketika pada hari pemungutan suara digelar.
Sistem one vote, one man adalah jawabannya, siapa yang didaulat menerima wahyu keprabon dari rakyat Indonesia untuk menjadi seorang pemimpin. Yang jelas, turunnya wahyu pada diri seseorang bukan karena lengser keprabon semata. Tidak lewat mimpi, tapa brata, atau semacamnya, seperti raja-raja pada masa lampau. Kini, untuk mendapatkan wahyu dari rakyat harus melalui sebuah kerja keras dan panjang.
Rangga Warsita seorang sastrawan yang juga futurolog adalah orang yang memunculkan konsep satria pinilih ini. Orang lebih mengenalnya sebagai ramalan Jayabaya, dan saat ini Indonesia sudah memasuki ahir zaman kalabendhu, yaitu sebuah zaman yang berlaku untuk para tumbal. Dan digulingkannya rezim Orde Baru sehingga berganti era reformasi sekarang ini telah memakan banyak korban. Begitu pun harta benda yang tak terhitung banyaknya menjadi tumbal bergantinya zaman.
Ketika rakyat dalam pemilu 2009 nanti tidak salah pilih berarti berahir sudah zaman itu. Berganti dengan zaman kalasuka atau zaman keemasan. Tapi akan berlaku sebaliknya jika kita semua salah pilih. Setidaknya, zaman kalabendhu akan masih berlaku sampai lima tahun mendatang dari 2009.
Bagi rakyat, siapa pun presiden 2009 tampaknya tak menjadi soal. Apakah mereka itu berasal dari kalangan berbaju loreng atau safari.
Sebuah hal yang sudah tidak relevan lagi diperdebatkan pada era reformasi dan dalam kondisi bangsa yang seperti sekarang ini. Yang kini lebih penting adalah mereka yang sudah mulai pasang kuda- kuda untuk 2009 nanti.
Penulis buku ini mencoba meraba dan menyodorkan sepuluh nama yang siap maju dalam Pilpres 2009. Mereka berasal dari berbagai latar belakang, baik sipil maupun militer. Mereka adalah orang-orang yang telah secara eksplisit dan implisit mencalonkan diri. / 202.169.46.231
0 comments
Post a Comment
Silahkan Berkomentar, Yang sopan ya :)